Ketika seorang teman Facebook menegur bahwa kami belum pernah mengupas mengenai goal-setting alias penetapan sasaran, saya berusaha melakukan riset dari pengalaman kerjasama kami dengan beberapa klien. Ternyata, beberapa perusahaan yang saya kenal baik dan sangat sukses, cukup tergagap ketika dalam sebuah workshop perlu mengkonkretkan sasaran tahun ke depan mereka. Bahkan, ada direktur perusahaan yang bersikukuh untuk mendengar dahulu "angka" target yang diusulkan anak buah untuk menetapkan target tahun ke depan.Beliau mungkin tidak menyadari perlunya dasar perhitungan yang dikembangkan dirinya sebagai pimpinan perusahaan, untuk mendapat angka estimasi yang cukup akurat, achievable, tetapi juga menantang bagi anak buahnya.
Di zaman sekarang kita tidak bisa hanya menetapkan target keuntungan atau angka penjualan saja, karena kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada pencanggihan proses bisnis, pelayanan pelanggan, dan pembelajaran manusianya. Di sinilah letak keberadaan seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif mampu mengatur ambisinya untuk menentukan titik akhir dalam lomba dimana timnya berperan serta. Tugasnya adalah menggambarkan "pointmark" yang spesifik dan terukur dan dimengerti oleh seluruh anggotanya, bahkan dijadikan obsesi oleh anggota timnya. Nyatanya, tidak mudah bagi seorang pemimpin untuk menggambarkan sasaran yang tepat. Baru akhir-akhir ini ada menteri yang berani dan jelas-jelas mencanangkan bahwa di tahun 2012, negara kita menjadi negara perikanan.
Bila sasaran sedemikian pentingnya bagi kinerja, bagaimana mungkin banyak organisasi bisa berjalan tanpa sasaran yang jelas? Dalam sebuah pertemuan dengan sekumpulan board of directors yang menginginkan dilaksanakannya pengukuran kinerja obyektif, beberapa direktur saling menatap ketika kami sampai pada tugas untuk menetapkan sasaran yang konkret dan mendetail. "Kalau tidak dibuat, bagaimana mungkin kita bisa 'menghitung' kinerja?" demikian komentar kami. Ternyata banyak pemimpin, yang pandai-pandai sekalipun, segan untuk mencanangkan secara konkret dan mendetail. Di satu sisi, mempublikasikan sasaran ini akan mendorong anak buah untuk mengejar sasarannya. Sebaliknya, bila sasaran tidak tercapai, hasilnya pun akan serta merta menampar muka kita. Ketakutan akan kegagalan inikah penyebab tidak jelasnya sasaran selama ini? Atau semata kurangnya ambisi untuk maju? Atau apakah tema falsafah hidup pemimpin yang memang berkehendak untuk mengalir sejalan dengan waktu dan situasi?
Menyukai Sasaran
Efektifitas kinerja melalui penetapan sasaran yang bisa kita lihat dalam kegiatan lari pagi. Banyak sekali orang tidak bisa mengukur kinerjanya secara cermat baik, melalui hitungan jumlah langkah, kalori, waktu ,ataupun dekat jantungnya. Akibatnya, keinginan untuk memacu kegiatan olahraga ini jadi tidak ada. Ujung-ujungnya kebiasaan sehat ini bisa jadi membosankan. Ada orang yang berpuluh tahun tetap beraktivitas dengan tempo yang sama. Padahal, dengan menentukan sasaran, dalam segala hal, kita jadi membiasakan diri, bahkan menikmati perlombaan dengan diri sendiri. Hari ini, berjalan 30 menit, dan membakar 200 kalori. Bagaimana dengan besok, masakan targetnya sama terus? Dengan sasaran yang kian berat, biasanya individu akan merasakan kesulitan, hambatan, gangguan baik dari luar diri sendiri, juga dari dalam. Namun, tantangan ini sekaligus menjadi momentum yang baik bagi kita untuk melatih diri dan menjadi sekelas lebih pandai. Juga, menempa mental agar lebih baik menghadapi berbagai ujian.
Hal yang sama juga terjadi di perusahaan. Pimpinan perusahaan dan unit kerja perlu mengeksplorasi semua kemungkinan baru, sehingga timnya selalu melihat tantangan baru di depan mata. Keluhan bahwa target selalu naik tidak ada habisnya menunjukkan bahwa target tersebut tidak diperjelas sehingga belum 'dimiliki' bawahan. Perusahaan, departemen atau bahkan negara dengan anggota atau rakyat yang paham sasaran akan bergerak otomatis ke satu arah. Gerakan dan derapnya inilah yang akan membangkitkan motivasi di dalam diri individunya.
Sasaran Sebagai Sarana Menghargai Diri
Semua orang pernah merasakan kegagalan. Namun, kegagalan terhadap pencapaian sasaran yang sudah dihitung biasanya bisa dihadapi dengan lebih tegar ketimbang kegagalan dimana kita sendiri belum mempunyai gambaran mengenai target kita. Inilah sebabnya banyak buku yang menekankan bahwa sasaran harus SMART (Spesific, Measurable, Attainable, Realistic, Timely). Ini juga yang membedakan sasaran dengan mimpi yang lebih mengambang di awan. Sasaran yang baik menimbulkan dedikasi, arah, dan disiplin anggotanya. Sasaran menyebabkan setiap orang dalam kelompok terlatih untuk memecah sasaran ke dalam bentuk tindakan, mengoptimalkan agenda, merencanakan skedul, memantau deadline, dan target pribadi serta lancar mengemukakan 3W (Will, What, dan When)-nya sehari-hari. Motivasi individu perlu ditolong baik dari dalam maupun dari luar. Dengan memberikan sasaran yang bermutu, tiap orang bisa menjadikan kegiatannya seolah perlombaan yang fun dan bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar