Upah Ketekunan seorang Tentor


Hidup, baginya seperti sudah digariskan menjadi pengajar bimbingan belajar (bimbel).
Ia tak kecil hati, bahkan membanggakan diri bisa mengabdi mencerdaskan bangsa, meski itu ia lakukan secara nonformal dan diluar sistem. Ia sangat komit mensejahterakan para pengajar dan tiap potensi di bimbel yang bangun dari nol. Dari satu ruangan kecil, QUIN kini tumbuh di 20 lokasi.

Jika ada pekerjaan yang dideretkan sebagai pilihan menjadi pengajar bimbel belum tentun masuk hitungan.
Orang lebih suka bekerja di perusahaan multinasional, departemen, ataua lapangan bisnis lain. Alasannya, menjadi pengajar bimbel dianggap kurang membanggakan. Pengajar semacam les atau privat tetap dianggap tak menjajikan. Tetapi, selalu saja pengajar bimbel banyak ditemukan dari waktu ke waktu, khususnya di kota-kota besar. Apabila dicermati, mengajar bagi mereka kalau tidak semacam hobbynomics adalah ketidakmampuan mencari pekerjaan lain.
Ir. Mika Panjaitan adalah salah satu diantara banyak pengajar memang seperti sudah digariskan terus berkiprah didunia bimbel.
Ia pernah bekerja di sebuah perusahaan Jepang ternama, tetapi pekerjaannya itu ia tinggalkan atas nama cinta pada bimbel.
Jadi, bagi pria kelahiran Pematangsiantar, Sumatera Utara, 2 Januari 1967 ini, mengajar adalah perpaduan hoby dan panggilan, bukan pilihan terakhir apalagi pelarian.
Tengok, sejak kuliah semester pertama di Fakultas Teknik Industri Universitas Sumatera Utara (angkatan 1985) ia sudah aktif mengajar, diteruskan setamat dari USU saat merantau ke Jakarta, terkecuali beberapa tahun terakhir saatnya sudah tersedot habis mengelola Quantum Institute (QUIN) yang ia bangun tahun 2000.
Bagi Mika, mengajar bimbel adalah pekerjaan mulia, tidak kalah dari guru sekolah. Bedanya, guru mengabdi secara formal di dalam sistem, sedangkan pengajar bimbel secara nonformal di luar sistem. “Pengajar bimbel dan lembaganya bukan sekedar pelengkap tetapi malah menjadi kebutuhan utama siswa dalam kondisi pendidikan kita yang masih terus-menerus ditimpa masalah, “begitu Mika berkomentar.

Nyatanya, tidak semua pengajar bimbel bisa mengecap sukses seperti dialami Mika. Banyak yang berkutat jadi pengajar semata, dengan jabatan tertentu sebagai penghargaan atas masa pengabdian dan senoritas. Tetapi sebaliknya tidaklah mudah bagi seorang Mika membangun bisnis pendidikan yang ia kelola menjadi seperti sekarang. Ada saat dimana ia bergulat dan berjuang ketika QUIN nyaris kolaps ditahun-tahun awal.

Setiap manusia sering mendapat ujian. Tanpa ketahanan, apa yang kita perjuangkan hasilnya sering sia-sia, “ujar pengajar mata pelajaran Kimia ini, berbagi pengalaman.

Didirikan pada tahun 2000 dengan hanya satu lokasi, QUIN kini berkembang dengan 20 lokasi. Rencananya, pada tahun ini akan ada lagi penambahan 4 lokasi baru di Jakarta dan Depok, serta menunggu perkembangan terbaik membuka cabang di luar Jabodetabek setelah cabang Surabaya dan Medan.

ROMANTISME TENTOR MEDAN
Mika, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan B Panjaitan SH (alamarhum) dan E br Siagian menamatkan SD dan SMP di SD HKBP dan SMP Negeri 5 PematangSiantar dan SMA dari SMA Negeri 5 Medan. Waktu Di SMA, ia dikenal pintar dan rangking pertama. Ia tidak pernah pelit membagi ilmu kepada teman-temannya. “Ada rasa puas dan bangga bisa berbagi dengan sesame teman. Barangkali, itulah salah satu hal yang membuat saya betah mengajar, “ujar Mika.
Pengajar bimbel di Medan (disebut tentor) adalah mahasiswa USU sedangkan di kota-kota besar lainnya di Indonesia minimal sudah S1. Biasanya tentor Medan direkrut dari mahasiswa semester tiga ke atas, hanya sedikit seperti Mika yang menjadi tentor di semester pertama. Menjadi tentro banyak pembantu mahasiswa kurang mampu. Mereka harus pinta mengatur waktu agar perkuliahannya tidak tertinggal. Banyak yang sukses tamat sesuai waktu, meski ada saja yang gagal karena terlena mencari uang.
Mika pertama kali mengajar di Nukleus kemudia pindah ke Mitra. Pada tahun 1992, Mika dan dua sahabatnya, Ronal Siagian (sekarang di Ganesha Operation) dan Suryanto (bekerja di salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Malaysia) mendirikan Bioteknik. Bimbel ini (di Medan disebut Bimbingan Tes) berkembang pesat meski masih dibawah dominasi Medica dan Bima.

Pada tahun 1992 Mika mengejutkan banyak orang ketika menyelenggarakan Olimpiade UMPTN di Stadion Teladan Medan, bekerja sama dengan Golkar dan diikuti kurang lebih 8.000 siswa kelas 3 SMA. Kegiatan ini yang dibuka langsung Menpora Akbar Tanjung, ini dianggap kampanye terselebung kepada pemilih pemula karena berdekatan waktunya dengan pemilihan umum.

BERLANJUT KE JAKARTA

Mika menamatkan kuliah tepat waktu. Pada tahun 1992 ia berangkat mencari pekerjaan di Jakarta. Sambil menunggu ia mengajar dulu di Teknos, eh malah keterusan ke tahun 1994. Ia pindah ke SSC (Sony Sugema College) dari 1994 sampai 1999. Ada suatu waktu, yaitu tahun 1995 – 1997 dimana ia bekerja di Mitsubishi Motor Corporation. Itupun, ia lakoni sambil tetap mengajar di SSC dengan jabatan puncak Direktur Kesiswaaan. Mika, dan sahabatnya Ir Bangun pardede juga sempat mengajar di Lab School Rawamangun, Jakarta Timur.

Pada tahun 1999 Mika menikah dengan Christine br Siagian. Perkenalan mereka sebenarnya tergolong singkat, tapi sudah cukup bagi mereka menjalin cinta ke jenjang perkawinan. “Saya bangga dan berterima kasih kepada Tuhan mendapatkan istri yang baik hati, “puji Mika. Christine tidak pernah mencampuri urusan QUIN, tetapi ia adalah orang yang berperan membangkitkan semangat Mika ketika QUIN terseok dan nyaris kolaps di tahun-tahun awal. Keluarga ini dianugerahi Tuhan sepasang putra dan putri, Hana Cecilia Panjaitan dan Nicolas Panjaitan. Dua-duanya manis dan cerdas.

Kantor pusat QUIN berdampingan dengan rumah pribadi Mika dijalan Cenderawasih, Komplek Deplu, Jakarta Selatan. Dari awal, kantor pusat QUIN memang sudah mepet disitu. Bukan tak ada alasan memindahkan kantor pusat ke kawasan lain. Tetapi, terpenting bagi Mika adalah setiap waktu bisa dekat dengan keluarga, terutama dengan kedua anaknya. Sesibuk apapun, Mika tidak mau kehilangan komunikasi dengan keluarga tercinta. Ia juga tidak pernah berlama-lama diluar kecuali urusan kerja.

TANTANGAN PERUBAHAN
Mika sesungguhnya adalah sosok yang amat sulit diduga. Penampilanya tenang, sederhana, dan bersahaja. Dalam berbicara, tersenyum dan tertawa yang paling menonjol adalah antusiasme dan tak suka berpura-pura. Tetapi, dibalik itu selalu ada dugaan bahwa ia adalah seorang yang cerdik, penuh spekulasi, punya taktik dan strategi yang sulit terbaca. “Begitu-begitu, ia adalah pemikir yang strategis dan ahli perencana. Ia sudah merencanakan segala hal dalam hidupnya jauh hari sebelumnya, kapan pacaran, kapan beli mobil, kapan beli rumah, kapan menikah, dan kapan memiliki bimbel, “begitu komentar sahabat lama Mika.

Ia menyadari bahwa bisnis bimbel Penuh persaingan. Hanya kualitas dan Pelayanan terbaiklah yang mampu membuat QUIN jadi kompetitor unggul.
Mika mengaku tidak punya masalah apapun atas pernilain orang terhadap dirinya. “Saya yakin pada proses dan pertolongan Tuhan. Ibu saya mengatakan, apabila kita rendah hati dan mau bersyukur, segala kemelut hidup gampang teratasi seperti menyisir rambut lurus dan indah, “tukas Mika.

Mika hanya mengaku bahwa ia sangat suka mengamati perubahan. “Tidak ada yang abadi didunia ini kecuali perubahan. Dalam era teknologi informasi dan jaringan, dalam sentuhan jari, perubahan besar terjadi setiap detik setiap menit, “ujar pria yang tak suka minuman beralkohol ini.

Mendirikan QUIN, bagi Mika adlah bagian dari pengamatannya terhadap perubahan. Perubahan yang ia maksud adalah tuntutan untuk menemukan cara efektif meningkatkan prestasi akademik siswa. Ide ini terinspirasi dari Quantum Learning dan Quantum Teaching yang diperkenalkan Bobby DePorter dan kawan-kawan di SuperCamp, AS. Metode ini mengajarkan keterampilan belajar, mengandalkan aspek kognitif modern mengenai otak dan kecerdasan. Keunikan lain dari program ini (kemudian diperkenalkan menjadi metoda QUIN) adalah kelas-kelas kecil untuk 10 sampai 12 siswa, pewarnaan dinding kelas, dan penempatan ikon dan poster-poster pemberi sugesti yang disebut orkestrasi lingkungan. Yang tak kalah unik adalah proses belajar-mengajar menggunakan mind mapping (peta pikiran) yang diperkenalkan oleh Tony Buzan serta iringan musik Barok sepanjang pelajaran. Inti program ini adalah memicu sinergi antara otak kiri dan otak kanan sehingga belajar akan lebih mudah dan lebih cepat dengan cara dan suasana yang amat menyenangkan.
Sejak diperkenalkan program ini langsung mendapat simpati para siswa di sekolah-sekolah unggulan Jakarta Selatan. Lokasi pertama dan masih satu-satunya di Jalan Haji Nawi Raya, Jakarta Selatan mulai sesak oleh siswa. Sayang, hanya dalan hitungan bulan sejumlah pengajar keluar dari QUIN akibat selisih persepsi. Kejadian serupa berulang lagi dalam satu dua tahun berjalan. Para pengajar itu ada yang kembali ke bimbel awal dan sebagian lainnya membuka bimbel baru.
Disinilah ketahanan Mika diuji. Siswa belum mencapai jumlah signifikan. Karena QUIN menerapkan sistem garansi, Mika harus memikirkan pengembalian uang siswa yang tidak lulus SPMB. Belum lagi pembayaran gaji guru dan karyawan serta biaya-biaya operasional. Mendapatkan SDM juga tidak gampang. Pelan-pelan ia minta tolong kepada beberapa teman mendatangkan pengajar dari Medan dan kota-kota terdekat, atau dipinjam sementara sebelum mendapatkan guru tetap. Di QUIN, guru-guru baru itu diberi pelatihan agar memenuhi standar menjalankan program baru yang tidak ditemukan di bimbel konvensional.
Metod yang diperkenalkan QUIN tiba-tiba menjadi fenomena di Ibukota. Mantan pengajar QUIN secara sporadis membuka kelas-kelas kecil dengan model pengajaran yang dilakukan QUIN, tak terkecuali bimbel konvensional dengan nama besar seperti GO dan SSC.
Mika, yang dikenal sahabat-sahabatnya sebagai figure yang juga rendah hati tak muluk-muluk mengelola QUIN ke depan. Ia menyadari bahwa bisnis bimbel penuh persaingan. Hanya kualitas dan pelayanan terbaiklah yang mampu membuat QUIN jadi kompetitor unggul.
“Saya bukan pemilik tunggal QUIN, pemilik lain adalah seluruh pemilik potensi yang ikut membesarkan QUIN. Saya jua bukan bukan pemimpin mutlak QUIN, kecuali sistem yang membuat QUIN tumbuh sebagai industri. Semua ini di QUIN harus bergerak saling isi didasarkan pada manajemen terbaik dan profesionalisme. Siapa pun di QUIN harus hidup lebih sejahtera. Itulah cita-cita sejati saya dalam mengelola QUIN ke masa-masa mendatang, “ujar Mika.

Tidak ada komentar: